"Orang-orang yang pergi ke pasar dengan menaiki mobil."
Membaca susunan kalimat di atas
membuat kita bertanya-tanya:
-
Apa maksudnya si pembicara?
-
Mengapa pasar, mengapa mobil?
-
Tidak ada angin, tidak ada halilintar, kok
tiba-tiba bicara begitu?
Demikian juga membaca Al-Qur’an. Kalau orang Arab sudah tahu maknanya, sehingga mereka tahu harus berhenti di mana dan memulai dari mana (Enggak semua juga sih). Lah, kalo kita, orang awam, boro-boro tahu arti Al Qur'an, baca 'dhod' saja masih "do dlo do dlo" ngobos.
Di kehidupan masyarakat kita ada tradisi membaca setiap juz. Tradisi ini di dapati ketika khataman bersama yang masing-masing dapat bagian membaca Al-Qur’an per-juz. Atau sering kita lakukan juga ketika ngaji bersama lewat system ODOJ, H2D dll.
Dalam kondisi demikian terkadang terjadi
ketidaktepatan makna dalam memulai bacaan. Umumnya seseorang memulai dari
permulaan ayat di setiap juz, namun apakah hal tersebut tepat dan benar? Tidak
semuanya tepat dan tidak semuanya salah. Nah, sebagai hadiah menyambut
Ramadhan, berikut adalah 10 awalan juz yang patut diwaspadai ketika memulai
darinya menurut standar mushaf Madinah:
1.
Juz Lima (QS. An-Nisa': 24)
Permulaan juz lima dimulai dengan, "Wal
Muhshonaatu (Dan wanita-wanita yang bersuami) …dst". Ayat ini menceritakan
tentang wanita-wanita yang haram untuk dinikahi, salah satunya adalah yang
sudah bersuami. Tentunya tidak “nyambung” jika memulainya dari sini. Hendaknya
memulai dari ayat 23 sebelumnya, "Hurrimat alaikum (Diharamkan atas
kalian) dst".
2.
Juz Tujuh (QS. Al-Maidah: 83)
Tiba-tiba ayat berbunyi yang artinya, "Bila
mereka mendengar apa yang diturunkan kepada rasul (Al-Qur’an) …dst".
Pertanyaannya, kok tiba-tiba mereka, memang siapa mereka?". Nah,
supaya tahu jawabannya, bisa dimulai dari ayat 82 sebelumnya, "Latajidanna
asyaddan nasi...".
3.
Juz Sebelas (QS. At-Taubah: 94)
"Mereka beralasan kepada kalian...". Siapa
mereka? kenapa beralasan? Iya, mereka adalah orang-orang munafik yang enggan
untuk berjihad tanpa alasan yang dibenarkan. Agar ceritanya tersambung, maka
baiknya dimulai dari ayat 90 yang berbunyi, "Wa jaa al muadzdziruuna...".
4.
Juz Tiga Belas (QS. Yusuf: 53)
Untuk juz 13 sebenarnya tepatnya dimulai dari awal
surat QS. Yusuf kalau ingin ceritanya tersambung. Supaya tidak terlalu jauh, katakan
pada teman yang membaca juz 12 supaya berhenti pada 1 ayat di awal juz 13.
Bunyinya, "Wamaa ubarriu nafsi (Tidaklah aku membebaskan diri dari kesalahan)".
Nah, untuk yang mendapat bagian juz 13 bisa memulai
pada ayat kedua dari awal juz 13 yang berbunyi, "Wa Qoolal maliku' tuuni
(Raja berkata, datangkanlah ia (Yusuf) padaku".
5.
Juz Enam Belas (QS. Al-Kahfi: 75)
Awalannya berbunyi yang maknanya, "(Nabi Khidir
berkata, Bukankah Aku telah berkata padamu...dst". Bisa saja memulai ayat
ini, namun lebih sempurna lagi memulai dari 2 lembar sebelumnya, yaitu ayat 60
QS. Al-Kahfi yang menceritakan awal kisah nabi Musa a.s. yang belajar kepada Nabi
Khidr a.s.
Atau meminta kepada teman yang membaca juz 15 untuk
berhenti pada akhir kisah pada ayat 82. Sedangkan yang mendapat bagian juz 16
memulai pada ayat 83 berikutnya yang menceritakan kisah Dzul Qornain.
6.
Juz Dua Puluh (QS. An-Naml: 56)
Sebagaian pembaca sering tertipu dengan adanya
rubu'-rubu' di Al-Qur’an. Singkat kata ada rubu' maka di situ berhenti dan
memulai pada permulaan setelah rubu' tersebut, contoh: awal juz 20. Meski awal
ayat adalah permulaan rubu' namun maknanya tidak sempurna.
Awal ayat berbunyi, "Tidaklah jawaban kaumnya
melainkan mereka berkata...". Benar-benar ambigu dan tidak sempurna. Ayat
ini adalah jawaban kaum nabi Luth a.s ketika menolak dakwah beliau. Agar lebih lengkap,
bisa dimulai pada 2 ayat sebelumnya, yaitu ayat 54, "Wa Luuthon idz
qoola...".
7.
Juz Dua Puluh Dua
"Wamay yaqnut (Barang siapa yang patuh di antara kalian)
...dst". Ini juga kurang sempurna. Solusinya bisa memulai dari ayat 28,
"Yaa Ayyuhan nabi''. Atau bisa memulai dari ayat 32 yang berbunyi,
"Yaa nisaa'an nabi...dst" (ayat kedua dari awal juz).
8.
Juz Dua Puluh Lima (QS. Fussilat: 47)
Sebenarnya tidak masalah memulai dari awal ayat,
"Ilaihi Yuroddu...dst". Yang jadi catatan bahwa para masyayikhil qur’an
tidak menganjurkan memulai dengan bacaan taawudz saja tanpa basmalah. Kenapa?
Ketika kita memulai bacaan taawudz saja. Lalu membaca,
"Ilaihi yuroddu...". Maka artinya akan rusak, demikian, "Aku
berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. (Lalu awal ayat)
Kepadanyalah ilmu pengetahuan tentang kiamat dikembalikan". Kesimpulannya
bahwa setanlah yang tahu ilmu tentang kiamat, padahal hanya Allah Jalla
jalaaluhu saja.
9.
Juz Dua Puluh Enam (QS. Al-Jatsiyyah: 33)
Kalau juz 26, mulai saja dari awal surat Al-Ahqaf. Pinta
kepada yang membaca juz 25 agar membaca sampai akhir surat Al-Jatsiyah. Nanggung
banget sih...!
10. Juz Dua Puluh Tujuh (QS.
Adz-Dzariyat: 31)
Boleh-boleh saja memulai dari awal ayat juz 24, namun agar
ceritanya tambah sempurna bisa dimulai dari ayat 24 sebelumnya yang bercerita
tentang kisah nabi Ibrahim a.s. kedatangan tamu malaikat.
Kesimpulannya,
mari kita catat dan ingat selalu awal Juz: 5, 7 11, 13, 16, 20, 22, 24, 26, 27.
Demikian adalah awalan ayat pada 10 juz tertentu yang patut diperhatikan cara
memulainya, supaya mengaji kita lebih sempurna dan tepat dari segi maknanya.
Semata-mata demi menjaga kemuliaan makna Al-Qur’an, karena salah satu inti dari
pokok ilmu Al-Qur’an adalah Waqaf (berhenti) Wal Ibtida' (memulai).
Salam hormat dan cinta
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 27 Mei 2015
0 Komentar